Perjalanan Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Umar ibn al Husain ibn al Hasan ibn Ali Fakhruddin atTabartany al Qursy al Taymy al Bakary, lahir di desa Al Royy, di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz sebelah barat daya Teheran ibukota Iran sekarang. Pada tanggal 15 Ramadhan tahun 251 H/ 28 Agustus 865. Beliau bermadzabkan Syafii dalam bidang Fikih dan Asy'ary dalam Akidah.
Ayahnya adalah seorang Khatib yang terkenal didaerah al Roy pada waktu itu, jadi tidak heran kalau beliau telah mengenal budaya menuntut ilmu semenjak dalam "kandungan" dan diteruskan hingga akhir hidupnya. Dan dari sini jugalah yang menyebabkan beliau begitu antusias dalam menuntut ilmu. Hingga banyak karangan dan hasil karya beliau baik berupa buku-buku ilmiyah serta temuan-temuan pengetahuan yang lain. Menurut Ibn Khalkan karangan beliau yang sempat ada dan tercetak ada sebanyak 67 judul buku dengan beragam variasi, sedangkan yang belum sempat terselesaikan karena keburu wafat pada tahun 313 H/925 M, ada sebanyak 8 judul buku. Dari karangan beliau yang terbesar dan merupakan karya monumentalnya adalah tafsir Mafatihul Ghaib atau Tafsir al Kabir yang banyak menukil dan mengungkapkan gaya filsafat dan kalam. Beliau meninggal di kota Harrah hingga digelari sebagai Syeikhul Islam Harrah dan dimakamkan di Masjid dikota tersebut.
Ketika kecil, beliau senang sekali dengan kesenian, sehingga beliau bercita-cita ingin menjadi Musisi dan Penyanyi. Akan tetapi semenjak beranjak dewasa, beliau putar haluan. Beliau tertarik pada Alkemi, akan tetapi bidang itu malah menjadikan mata beliau menjadi cacat. Sehingga ketia usia 30 tahun, beliau berhenti menggeluti bidang Alkemi dan berpindah kebidang kedokteran yang tujuan awalnya adalah menyembuhkan matanya sendiri.
Beberapa Pemikirannya
Filsafat dan Kalam
Dalam pandangan Filosof serta Mutakallimin yang perlu pertama kali diungkapkan adalah zat pencipta subtansi tunggal yang menjadikan kehidupan di alam ini, dalam hal ini Allah lah yang menjadi bahasan utama mereka. Allah Wujud Allah dalam banyak persepsi Filosof dan Mutakallimin terbagi dalam tiga golongan;
1. Wujud-Nya adalah satu esensi dalam wajib dan mungkin, akan tetapi hakekatnya berbeda dengan organ lain, seperti mata, dia sebagai alat penglihatan dan bias jadi dia adalah merupakan tanda pengingat antara satu dengan yang lain. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Hasan al-Asyary dan Abi al-Husain al-Bashry al-Mu'tazily.
2. WujudNya Allah itu ada tanpa satu ikatan apapun yang membelenggu, dalam arti lain wujudNya Allah satu esensi dan wujud yang lain berbeda dengan wujudNya. Ini dikemukakan oleh sebagaian besar Mu'tazilah dan Ibn Sina serta al-Faraby.
3. WujudNya Allah adalah satu, dalam pengertian wajib dan mungkin, tetapi saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagaian besar kelompok Mutakallimin seperti Aby Hasyim al-Jubay.
Kemudian pendapat Arrozi sendiri dalam hal ini mencoba untuk menengahi dengan menempatkan kehaditsan alam sebagai alasan untuk membedakan wujudnya Allah dengan barang ciptaanNya. Untuk mnanggapi dalil-dalil wujudnya Allah, ada beberapa metode yang bisa ditempuh dan yang telah digunankan para sarjana Islam sebelumnya,
1. Metodologi Logika yang terdiri atas metode Filosofis, metode Mutakallilmin, dan metode Qur'any.
2. Metodologi Nurani yang terdiri atas metode Sufiyah dan metode Fitrah.
ü MetodeFilosofis adalah jalan yang ditempuh oleh alFaraby dan IbnSina, dengan menganalogikan bahwa wujud Allah adalah benar-benar ada karena sesuatu itu ada dari keberadaan.
ü Metode Mutakallimin dan Qur'any merupakan jalan pembuktian dengan menunjukkan hasil ciptaan Tuhan yang maha agung seperti terciptanya langit dan bumi. Metode ini dijalankan oleh sebagaian besar penganut Asy'ary.
ü Metode Sufi adalah metode yang ditempuh dengan melakukan mujahadah yang tinggi serta meninggalkan segala sesuatu kecuali Dia. Menurut teori ini akal tidak akan sampai pada Allah, karena keterbatasan akal itu sendiri, makanya satu-satunya jalan adalah dengan cara mendekatkan diri kepadaNya
ü Metode Fitrah adalah dengan menempatkan dalam jiwa manusia satu keyakinan bahwa sebenarnya Tuhan itu ada tanpa harus mengadopsi hal-hal lain. Metode ini banyak dilakukan oleh Ikhwanus Sofa dan Abd Malik ibn Abdullah Asad at Tufy serta Raghib al Asfahani.
Sedangkan Arrozi sendiri dalam Nihayatul Uqul membuat metode tersendiri sesuai dengan aspirasi yang dibawanya, metode ini ia beri nama Ahkam wa Itqan yang merupakan pembuktian adanya pengetahuan atas pembentuk segala sesuatu yang terbentuk.Hakekat Ma'rifat Tuhan
Dalam pembahasan ini banyak kalangan berbeda pendapat, dari beberapa pendapat itu adalah;
1. Bahwasanya hakekat Tuhan itu tidak diketahui sama sekali baik di
Dunia maupun di Akhirat, ini diutarakan oleh al Faraby, Ibn Sina, Dlarar ibn Amr dari Mu'tazilah, Imam Ghazali, Ibn Maemun, dan banyak kalangan lain. Dengan alasan kita tidak mengetahui wujud Allah kecuali empat perkara; wujud, hakekat wujud, keabadian dan keazalian. Juga karena manusia itu lemah, bagaimana ia akan bisa tahu hakekat Tuhannya sedangkan ia sendiri belum tahu dirinya sendiri.
Dunia maupun di Akhirat, ini diutarakan oleh al Faraby, Ibn Sina, Dlarar ibn Amr dari Mu'tazilah, Imam Ghazali, Ibn Maemun, dan banyak kalangan lain. Dengan alasan kita tidak mengetahui wujud Allah kecuali empat perkara; wujud, hakekat wujud, keabadian dan keazalian. Juga karena manusia itu lemah, bagaimana ia akan bisa tahu hakekat Tuhannya sedangkan ia sendiri belum tahu dirinya sendiri.
2. Pendapat kedua menyatakan bahwa esensi Tuhan adalah satu wujud dengan keberadaanya, maka apabila kita telah tahu esensinya otomatis kita tahu kebaradaannya, ini diutarakan oleh sebagaian besar Asyariyah, Mu'tazilah dan Maturidiyah.
3. Pendapat ketiga mengungkapkan bahwa hakekat Tuhan tidak diketahui di dunia sekarang tetapi akan kita ketahui nanti diakhirat, ini disampaikan oleh sebagaian Mutaakhirin seperti al Qadli al Baqilany.
Kemudian Arrozi dalam hal ini mencoba untuk menggabungkan dari ketiga pendapat tersebut dengan meraciknya dalam beberapa fase, hingga ia terkesan plin-plan dalam pengajuan argumentasinya tapi sebenarnya bukan begitu karena itu adalah hasil ijtihad masing-masing tanpa menafikan hak orang lain.Alam Penciptaan alam semesta adalah merupakan salah satu masalah yang mendasar bagi perkembangan Filsafat dan Kalam dalam berbagai dimensinya.
Bahkan dari sinilah asal mulanya Abu Hamid al Ghazali mengarang kitabnya Tahafutul Falasifah yang dengan jelas menghantam dan memporandakan dominasi para Filosof.
Para Filosof Yunani dalam memandang penciptaan alam semesta melihat bahwasanya semesta ini ada tanpa ada ketiadaan. Mereka memandang semesta ada dari semenjak azaly hingga kini. Xamanders seorang murid Tales, mengungkapkan bahwa alam semesta ini ada tanpa sebab permulaan dan tanpa pengakhiran. Begitu juga Plato, memandang bahwa alam sudah ada semenjak dahulu tetapi dalam keadaan rusak maka Tuhanlah yang mengurus dan menertibkan hingga seperti sekarang ini. Sedangkan dari kalangan Filosof Muslim ada dua pendapat; satu berkeyakinan bahwa alam itu asalnya betul-betul rusak sedangkan yang lain menolak argumentasi ini. Sedang kerusakan itu menurut kalangan Filosof Muslim terjadi karena belum adanya khalifah di bumi ini. Para Mutakallimin berpendapat; baik kalangan Mu'tazilah maupun Asy'ariyah bahwa hakekat alam semesta adalah hadits terbuat setelah adanya pembuat.
Sedangkan menurut Arrozi terjadinya alam semesta, setelah menengahi antara pendapat Plato dan al Kindy menyatakan bahwa Allahlah yang menciptakan dan mengurus segala apa yang ada dialam ini, setelah menciptakannya dengan perantaraaan astronomi yang banyak itu. Kemudian yang terakhir, bahwasanya penciptaan langit lebih dahulu dari pada penciptaan bumi.
Antara Tempat dan Zaman (Inna fi khalqis samawati wal ardli wakhtilafil laili wan nahari laayatu li ulil albab) Sesungguhnya pendahuluan penyebutan tempat dari zaman adalah untuk menyatakan bahwa dengan tempat maka pergerakan zaman bisa terukur dengan sendirinya. Sedangkan perbedaan antara tempat dan zaman adalah perbedaan yang sangat kecil sekali. Tapi meski demikian keduanya adalah penopang siklus kehidupan alam ini. Manusia Dalam diri manusia terdiri atas jiwa, jiwa diilustrasikan Arestoteles sebagai kesempurnaan jasad dalam kekuatan yang hidup, maksud Aresto adalah setiap manusia memiliki jiwa dan raga atau jasad tetapi dalam esensi yang satu. Ketika datang para Filosof Muslim, mereka mengambil divinisi Aresto ini. Begitupun Arrozi sendiri berusaha untuk tetap mengakomondasikan pendapatnya dengan para Filosof Muslim lainnya.
Filosof Yunani memandang bahwa jiwa terdiri atas materi-materi seperti kumpulan zat api dan zat besi. Dan mengatakan bahwa jiwa adalah jasad yang terlihat seperti tangan, kaki. Sedangkan pada waktu Filosof Muslim mulai menyeruak, mereka mengambil pemikiran orang Yunani ini sambil membersihkan dari unsur-unsur yang kurang Islami.
Ada empat pendapat mengenai jiwa dan permasalahannya:1. Mengingkari jiwa yaitu mengingkari wujud subtansi jiwa itu sendiri, ini dikatakan oleh sekelompok orang dari golongan Mu'tazilah.
2. Jiwa adalah materi-partikel yang dikatakan oleh al Jubay, jiwa sama dengan jasad jadi ruh, jiwa dan jasad adalah satu.
3. Jalan tengah antara zat materi-partikel, jiwa bersubtansi bukan berjasad yang dikatakan oleh Ja'far ibn Mubasyar.
4. Jiwa bukan jasad tetapi subtansi tersendiri, ini dikatakan oleh Ma'mar Imam Mu'tazilah, Imam Ghazali, Aby Raghib al Asfahany serta sebagaian Filosof Muslim.
Di sini sebenarnya Arrozi tidak berpegang hanya dalam satu pendapat saja. Kemudian dalam pembahasan manusia selanjutnya ada baik dan buruk dalam setiap tindakan mereka. Allah membekali setiap manusia dengan akal, yaitu untuk mengurus dan memanfaatkan fasilitas yang ada dalam bumi ini, tetapi akal manusia tetap dalam keterbatasan. Karena tanpa ajaran tertentu dia akan sesat, untuk mengarahkannya sengaja Allah mengutus beberapa orang kepercayaanNya untuk membimbing manusia pada jalan yang benar. Meskipun demikian banyak kalangan yang menolak eksistensi utusan Tuhan ini. Seperti kalangan Hindu dan Bhrahmana hingga pemikiran mereka sempat pula merembet pada sebagaian kalangan Muslimin.
Utusan Tuhan ini menurut beberapa kalangan adalah malaikat yang membawa wahyu dan memberikannya kepada manusia pilihan yaitu seorang Nabi atau utusan untuk mengajarkan norma atau syari’ah agamanya pada umat mereka. Dan dalam menyebarkan ajarannya utusan Tuhan ini diberi kelebihan atas yang lain berupa mu'jizat sebagai pembukti kebenaran ajaran yang dia bawa. Akan tetapi Arrozi dengan Premis rasionalistiknya telah terang-terangan menolak konsep wahyu dan peranan para utusan sebagai mediator antara Tuhan dan manusia. Hematnya, kenabian atau kerasulan itu unuseful karena cahaya akal yang di berikan Tuhan dirasa mampu untuk mencari dan mengetahui kebenaran. Menurutnya, seorang utusan telah menjadi penyebab dari varian perpecahan antar suatu bangsa, ideologi atau golongan.
Bidang Politik Politik dalam Islam tidak bisa lepas dari kekhilafahan (imamah) setelah wafatnya Rasulullah SAW. Dari itu para Mutakalimin memberi pengertian bahwa Imamah adalah pemegang umum urusan agama dan masyarakat sepeninggal Rasulullah SAW. Ada dua golongan yang saling menitik beratkan pada pembahasan ini; Syiah dan Ahl Sunah, Syiah menjadikannya pilar aqidaty sedangkan Ahl Sunah yang diwakili Asy'ary menempatkan pada porsi Fiqh dan Ilmu Kalam.
Dalam pada itu kedua kubu ini pun saling berbeda dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Imam, Syiah berpendapat bahwa Imam ditentukan oleh nash Qur'an, Sunnah Rasul atau penunjukan oleh Imam sebelumnya. Sedangkan Ahl Sunah berpendapat bahwa Imam itu dipilih kalangan masyarakat dengan tanpa menyalahkan penunjukkan Imam sebelumnya. Dari sini banyak benturan yang terjadi antara kedua belah pihak, hingga saling mengkafirkan satu sama lain. Selanjutnya Arrozi dalam hal ini kurang setuju atas pendapat Syi’ah yang menyatakan bahwa Imamah dipilih dari jalur Aqidaty tetapi ia lebih condong pada segi Fiqhiyah, karena dengan itu seorang Imam akan lebih luwes dalam mengendalikan umatnya.
Seranai Rujukan
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam (Bandung:Mizan,2001)
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta:Paramadina,1992)
Billah, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan,1993)
Billah, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan,1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar